Koordinasi BPJS Kesehatan dan Industri Asuransi Masih Terbatas

Jakarta― PT Asuransi Allianz Life Indonesia (Allianz Life) berharap, batas akhir pendaftaran kepesertaan jaminan kesehatan untuk karyawan perusahaan badan usaha milik negara (BUMN), usaha besar, usaha menengah, dan usaha kecil pada 1 Januari 2015 dapat diundur. Pasalnya, perseroan menilai, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga saat ini baru siap sekitar 30 persen terkait kerja sama manfaat tambahan atau coordination of benefit (CoB).
Head of Group Policy Management and Claim Angelia Agustine mengatakan, koordinasi yang dilakukan antara BPJS Kesehatan dan industri asuransi masih terbatas. Sampai saat ini, koordinasi yang baru dicapai sebatas mengenai kepesertaan untuk pegawai perusahaan. Namun, koordinasi lainnya seperti terkait peserta individu, premi, dan klaim belum ada.
“Kami berharap, batas pendaftaran kepesertaan jaminan kesehatan dapat sedikit diundur. Sebab, estimasi kami BPJS Kesehatan baru siap sekitar 30 persen terkait CoB sampai saat ini. Kalau pun diundur juga tidak masalah karena batas paling lambat keseluruhan pendaftaran jaminan kesehatan itu, 1 Januari 2019 menurut Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 111 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan,” ujar dia dalam acara Sinergi Asuransi Swasta dan BPJS yang Bermanfaat Bagi Masyarakat di Jakarta, (16/9).
Kementerian Kesehatan (Menkes), jelas Angelia, sebelumnya telah membuat aplikasi INA CBG's yang saat ini dipakai oleh BPJS Kesehatan dan 20 rumah sakit yang bekerja sama sebagai parameter untuk mendiagnosa dan prosedur. Namun, aplikasi tersebut belum tersedia untuk perusahaan asuransi sehingga kami harus datang langsung ke kantor BPJS Kesehatan terkait penggantian klaim. “Hal itu, membuat perusahaan asuransi masih melihat INA CBG's sebagai tatangan terkait perhitungan premi dari risiko,” jelas dia yang juga anggota Tim Teknis Asosiasi Asuransi untuk BPJS Kesehatan.
Aplikasi INA CBG's, menurut Angelia, sebenarnya sangat bagus karena membuat rumah sakit lebih kritis saat memberikan pelayanan. Pasalnya, pemeriksaan kepada pasien yang tidak sesuai dengan prosedur INA CBG's tidak akan diganti oleh BPJS Kesehatan. “Akan sangat baik kalau INA CBG's dapat diterapkan ke seluruh rumah sakit di Indonesia,” ujar dia.
Sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai CoB, jelas angelia, masih kurang. Karena itu, BPJS Kesehatan harus terus meningkatkan prasarana dan mekanisme. “Mungkin saat ini, konsentrasi BPJS Kesehatan masih berfokus kepada masyarakat. Tetapi, alangkah baiknya kalau mekanisme dan prasarana CoB berjalan dengan sempurna, sehingga bukan tidak mungkin nantinya tarif premi asuransi jiwa dapat turun. Karena itu, kami sangat mengharapkan kesiapan 100 persen dari BPJS Kesehatan,” ujar dia.
Di sisi lain, Angelia mengakui perusahaan asuransi sedikit terkendala mengenai data kepersertaan. BPJS Kesehatan meminta 30 perusahaan asuransi yang menandatangani CoB untuk melengkapi 34 data mengenai peserta. Sementara perusahaan asuransi umumnya hanya memiliki tujuh data, antara lain tanggal lahir, jender, dan hubungan keluarga.
“BPJS Kesehatan berharap, kami (perusahaan asuransi) dapat memiliki data fasilitas kesehatan peserta, data alamat anggota keluarga lengkap, dan lain sebagainya. Padahal untuk polis kumpulan dari perusahaan sulit mendapatkan data-data pribadi yang detail. Jadi kami harus mengembangkan sistem untuk mewujudkan CoB,” ungkap dia.

Sumber: BeritaSatu

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Koordinasi BPJS Kesehatan dan Industri Asuransi Masih Terbatas"